Kuliner Jadi Kebanggaan Warga Gaza - Republika Online

Blokade membuat warga Gaza menyesuaikan pola konsumsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Gaza mengandalkan resep dan makanan sebagai salah satu sumber kebanggaan. Sebagai wilayah terpadat dalam sejarah Palestina, Gaza merupakan tempat yang tak biasa untuk menjajal kuliner tradisional.

Ini bukan karena kondisi ratusan kota dan de sa di sana yang kini cuma kenangan akibat depopulasi dan penghancuran saat eksodus warga Palestina pada 1948, tetapi juga ka rena sejarah panjang Gaza sendiri.

Melewati sekian dekade konflik, keluar ga-keluarga di Gaza mengandalkan resep dan makanan sebagai salah satu sumber ke nyamanan, kesenangan, dan kebang gaan. Tak bisa mengendalikan banyak hal lain dalam hidup mereka, warga Gaza dike nal sangat peduli terhadap keluarga dan makanan yang mereka konsumsi. Mengun jungi dapur rumah-rumah warga Gaza ser ta berbicara kepada para ibu tentang ma sakan dan kehidupan keluarga mereka, mem beri pelajaran penting tentang seni me lupakan sejenak masalah dengan cara yang anggun. Selain itu, tampaknya semua orang di Gaza senang mengobrol tentang makanan.

Kekayaan kuliner hampir selalu berada di tempat-tempat yang menjadi persim pangan geografis, persinggungan sejarah, dan pertemuan ekonomi. Makanan adalah rekam budaya dalam kehidupan seharihari. Dari makanan, dapat kita pelajari seja rah keluarga dan tempat mereka berasal.

Dari mana makanan berasal, apa saja yang dibutuhkan untuk membuatnya, dan prakiraan biaya yang dibutuhkan dapat menunjukkan banyak hal tentang rumitnya ekonomi Gaza. Resep masakan sendiri iba rat sebuah lubang kecil untuk mengintip sejarah sebuah tempat.

Tanah hijau di antara padang pasir dan laut Gaza serta lingkungan sekitarnya per nah menjadi daerah yang makmur. Hal itu dimungkinkan karena dahulu kala Gaza ma suk dalam titik transit penghubung Su riah dengan Mesir dan Arab dengan Eropa. Selain unsur umum makanan Mediterania, seperti zaitun, ikan, nasi, kacang arab, dan sayur-sayuran, Gaza juga menjadi jem batan penganan manis dunia Arab, Laut Merah, dan Lembah Nil.

Bicara Gaza hari ini adalah Gaza yang ba tas nya ditetapkan pada 1967. Padahal, me nurut sejarahnya, Gaza merupakan sa lah satu distrik administratif dari Mandat Pa lestina yang ditetapkan Inggris. Gaza memiliki area pesisir dan area pertanian yang kaya sayur-mayur dan kacang-ka cangan. Pembagian area pesisir dan area pertanian itu juga memengaruhi tipe ku liner Gaza.

Deklarasi pendirian Israel pada 1948 me misahkan Gaza dari keseluruhan Pales tina hari ini. Pada 1967, pendudukan Israel juga membelah Gaza dari Mesir dan Tepi Ba rat. Fakta geopolitik ini, bersama pe nu tupan perbatasan Gaza selama sekitar dua dekade ini, membuat Gaza terisolasi de ngan kondisi politik dan ekonomi yang serba tak pasti.

Hal itu membuat warga Gaza harus menyesuaikan pola konsumsi mereka seperti hal lain dalam hidup mereka. Cabai kini menjadi unsur yang banyak ditemukan da lam makanan warga Gaza. Padahal, se jati nya, warga Gaza sangat menghindari unsur pedas.

Namun, kini, makan sambil berkeringat karena pedas menjadi kesenangan sendiri bagi warga Gaza. Mereka menggunakan ca bai segar yang dihancurkan bersama air le mon dan garam atau cabai merah yang digunakan sebagai pelengkap atau bumbu.

Tabikh bamia (sayur okra dengan bun tut sapi) dan malukhiyya (sup mallow) me reka sajikan dengan cabai hijau dan adas yang dihaluskan lalu ditambahkan air jeruk lemon. Cabai yang dihancurkan juga dicampurkan dalam daging cincang untuk membuat kofta kebab. Sementara, cabai kering dipakai untuk makanan musim dingin seperti maftul, yakni couscous versi Palestina, untuk menambah aroma pada nasi.



http://ift.tt/2FrZ0Sh

Subscribe to receive free email updates: